Zat warna tekstil dapat digolongkan
menjadi 2 menurut sumber asalnya, yaitu :
Pertama, Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan
alam seperti dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan.
Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis yang
dibuat melalui proses reaksi kimia dengan bahan dasar ter arang batu bara atau
minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti
benzena, naftalena dan antrasena.
Pada jaman dahulu proses pewarnaan tekstil menggunakan zat warna alam. Namun,
seiring peningkatan kebutuhan dan kemajuan teknologi dengan ditemukannya zat
warna sintetis untuk tekstil maka semakin terkikislah penggunaan zat warna
alam. Zat Pewarna Alam semakin sulit ditemukan di jaman seperti sekarang ini.
Hutan-hutan sudah mulai ditebangi, sehingga sumber zat pewarna alam yang
berasal dari tumbuhan dan hewan sudah mulai langka.
Berbeda dengan zat pewarna alam, zat pewarna sintetis akan lebih mudah
diperoleh di pasaran, ketersediaan warna terjamin, jenis warna bermacam macam,
dan lebih praktis dalam penggunaannya
Rancangan busana maupun kain batik yang menggunakan zat warna alam
memiliki nilai jual atau nilai ekonomi yang tinggi karena memiliki nilai seni
dan warna khas, ramah lingkungan sehingga berkesan etnik dan eksklusif.
Zat pewarna alam untuk bahan tekstil pada umumnya diperoleh dari hasil ekstrak
berbagai bagian tumbuhan seperti akar, kayu, daun, biji ataupun bunga.
Pengrajin-pengrajin batik telah banyak mengenal tumbuhan-tumbuhan yang
dapat mewarnai bahan tekstil beberapa diantaranya adalah : daun pohon nila
(indofera), kulit pohon soga tingi (Ceriops candolleana arn), kayu tegeran
(Cudraina javanensis), kunyit (Curcuma), teh (Tea), akar mengkudu (Morinda
citrifelia), kulit soga jambal (Pelthophorum ferruginum), kesumba (Bixa
orelana), daun jambu biji (Psidium guajava). (Sewan Susanto,1973).
Mori yang diwarnai dengan zat warna alam adalah yang berasal dari serat alam
contohnya sutera, wol dan kapas (katun). Sedangkan mori dari serat sintetis
seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas (daya serap)
terhadap zat warna alam sehingga zat warna alam tidak bisa menempel dan meresap
di mori sintetis tersebut. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas
paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.
Salah satu kendala pewarnaan mori menggunakan zat warna alam adalah variasi
warnanya sangat terbatas dan ketersediaan bahannya yang tidak siap pakai
sehingga diperlukan proses-proses khusus untuk dapat dijadikan larutan pewarna
mori. Oleh karena itu zat warna alam dianggap kurang praktis penggunaannya.
Namun dibalik kekurangannya tersebut zat warna alam memiliki potensi pasar yang
tinggi sebagai komoditas unggulan produk Indonesia memasuki pasar global dengan
daya tarik pada karakteristik yang unik, etnik dan eksklusif.
Untuk itu, sebagai upaya mengangkat kembali penggunaan zat warna alam untuk
tekstil maka perlu dilakukan pengembangan zat warna alam dengan melakukan
eksplorasi sumber- sumber zat warna alam dari potensi sumber daya alam
Indonesia yang melimpah. Eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui secara
kualitatif warna yang dihasilkan oleh berbagai tanaman di sekitar kita untuk
pencelupan tekstil. Dengan demikian hasilnya dapat semakin memperkaya jenis
–jenis tanaman sumber pewarna alam sehingga ketersediaan zat warna alam
selalu terjaga dan variasi warna yang dihasilkan semakin beragam. Eksplorasi
zat warna alam ini bisa diawali dari memilih berbagai jenis tanaman yang ada di
sekitar kita baik dari bagian daun, bunga, batang, kulit ataupun akar . Sebagai
indikasi awal, tanaman yang kita pilih sebagai bahan pembuat zat pewarna alam
adalah bagian tanaman–tanaman yang berwarna atau jika bagian tanaman itu digoreskan
ke permukaan putih meninggalkan bekas/goresan berwarna. Pembuatan zat warna
alam untuk pewarnaan bahan mori dapat dilakukan menggunakan teknologi dan
peralatan sederhana.
Untuk itu pigmen – pigmen alam tersebut perlu dieksplorasi dari jaringan atau
organ tumbuhan dan dijadikan larutan zat warna alam untuk pencelupan bahan
tekstil. Proses eksplorasi dilakukan dengan teknik ekstraksi dengan pelarut
air.
Proses pembuatan larutan zat warna alam adalah proses untuk mengambil pigmen
– pigmen penimbul warna yang berada di dalam tumbuhan baik terdapat pada
daun, batang, buah, bunga, biji ataupun akar. Proses eksplorasi pengambilan
pigmen zat warna alam disebut proses ekstraksi. Proses ektraksi ini dilakukan
dengan merebus bahan dengan pelarut air. Bagian tumbuhan yang di ekstrak adalah
bagian yang diindikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya
bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Untuk proses
ekplorasi ini dibutuhkan bahan – sebagai berikut:
- Kain katun (birkolin) dan sutera,
- Ekstrak adalah bahan yang diambil dari bagian tanaman
di sekitar kita yang ingin kita jadikan sumber pewarna alam seperti : daun
pepaya, bunga sepatu, daun alpokat, kulit buah manggis, daun jati, kayu
secang, biji makutodewo, daun ketela pohon, daun jambu biji ataupun jenis
tanaman lainnya yang ingin kita eksplorasi
- Bahan kimia yang digunakan adalah tunjung (FeSO4) ,
tawas, natrium karbonat/soda abu (Na2CO3) , kapur tohor (CaCO3), bahan ini
dapat di dapatkan di toko-toko bahan kimia. Peralatan yang digunakan
adalah timbangan, ember, panci, kompor, thermometer , pisau dan gunting
Dalam melakukan proses ekstraksi/pembuatan larutan zat warna alam perlu
disesuaikan dengan berat bahan yang hendak diproses sehingga jumlah larutan zat
warna alam yang dihasilkan dapat mencukupi untuk mencelup bahan tekstil.
Banyaknya larutan zat warna alam yang diperlukan tergantung pada jumlah bahan
tekstil yang akan diproses. Perbandingan larutan zat warna dengan bahan tekstil
yang biasa digunakan adalah 1:30. Misalnya berat bahan mori yang diproses 100
gram maka kebutuhan larutan zat warna alam adalah 3 liter. Berikut ini adalah
langkah-langkah proses ekstraksi untuk mengeksplorasi zat pewarna alam dalam
skala laboratorium:
- Potong menjadi ukuran kecil – kecil bagian tanaman
yang diinginkan misalnya: daun, batang , kulit atau buah. Bahan dapat
dikeringkan dulu maupun langsung diekstrak. Ambil potongan tersebut
seberat 500 gr.
- Masukkan potongan-potongan tersebut ke dalam panci.
Tambahkan air dengan perbandingan 1:10. Contohnya jika berat bahan yang
diekstrak 500gr maka airnya 5 liter.
- Rebus bahan hingga volume air menjadi setengahnya
(2,5liter). Jika menghendaki larutan zat warna jadi lebih kental volume
sisa perebusan bisa diperkecil misalnya menjadi sepertiganya. Sebagai
indikasi bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan telah keluar
ditunjukkan dengan air setelah perebusan menjadi berwarna. Jika larutan
tetap bening berarti tanaman tersebut hampir dipastikan tidak mengandung
pigmen warna.
- Saring dengan kasa penyaring larutan hasil proses
ekstraksi tersebut untuk memisahkan dengan sisa bahan yang diesktrak
(residu). Larutan ekstrak hasil penyaringan ini disebut larutan zat warna
alam. Setelah dingin larutan siap digunakan.